Oleh: Rofa Yulia Azhar
Tanggal terbit: 30 November 2014
Sebelumnya, Penantian 1000 Tahun Episode 3: Hipotermia
Pepatah jawa kuno mengatakan bahwa witing tresno jalaran soko kulino. Sebuah kalimat yang cukup sederhana, hanya terdiri dari lima kata tetapi maknanya sangat dalam. Jika diartikan berarti cinta tumbuh karena terbiasa bersama. Terbiasa bertemu, terbiasa bersama-sama, terbiasa berkomunikasi.
Bukankah benar begitu? Banyak yang asalnya teman, lama-lama menjadi demen. Mungkin karena alasan itulah kenapa selalu ada cerita cinta yang seru di kelas pada masa-masa sekolah.
Ceritaku ini dimulai pada bulan Juli, 8 tahun yang lalu. Musim panas tahun 2006.
Sebelumnya, Penantian 1000 Tahun Episode 3: Hipotermia
Pepatah jawa kuno mengatakan bahwa witing tresno jalaran soko kulino. Sebuah kalimat yang cukup sederhana, hanya terdiri dari lima kata tetapi maknanya sangat dalam. Jika diartikan berarti cinta tumbuh karena terbiasa bersama. Terbiasa bertemu, terbiasa bersama-sama, terbiasa berkomunikasi.
Bukankah benar begitu? Banyak yang asalnya teman, lama-lama menjadi demen. Mungkin karena alasan itulah kenapa selalu ada cerita cinta yang seru di kelas pada masa-masa sekolah.
Ceritaku ini dimulai pada bulan Juli, 8 tahun yang lalu. Musim panas tahun 2006.
Episode 4
Angka dari Tuhan
"Kamu bilang kamu suka hujan, tapi kamu malah menggunakan payung ketika hujan turun. Kamu bilang kamu suka matahari, tapi kamu malah berteduh ketika matahari menyapamu. Kamu bilang kamu suka angin, tapi kamu malah menutup jendela ketika angin berhembus. Maka dari itu, aku sangat takut, ketika kamu bilang bahwa kamu suka aku" -Bob Marley
"Sekarang ada PR?" tanyaku pada Adrian sambil menyimpan tas pada kursi.
"Enggak tahu. Aku juga baru datang"
"Itu anak-anak lagi kumpul di meja sana lagi ngapain?"
"Eh, kalau enggak salah ada PR Matematika. Itu si Qua lagi sibuk nyontek juga"
"Hehe.... kalau begitu aku juga mau ikutan nyontek ah...."
"Emangnya enggak gengsi?"
"Enggak, emang kenapa?"
"Haha.... nanti apa kata dunia, kalau Phi yang waktu kelas X juara pertama sampai nyontek"
"Halah, enggak penting juga. Ini kan PR, paling dikumpulkan terus ditanda tangan doang. Bagi guru yang penting itu nilai ulangan harian sama ulangan semester. PR itu hanya jadi upilnya, hanya untuk ditugaskan, dipilin-pilin, dibuang, lalu selanjutnya dilupakan"
"Bener juga, ya udah mending kita nyontek lagi. Daripada aku membuang waktu buat berdebat denganmu"
"Hayo...." jawabku dengan bersemangat.
Aku berjalan ke arah kerumunan siswa, mereka tampak sibuk mengisi LKS (lembar kerja siswa). Mereka berkumpul di meja Afrodit untuk menyontek. Kejadian ini sebenarnya sebuah bencana bagi sistem pendidikan. Tapi hal ini memang biasa dilakukan siswa generasi 2000-an. Bahkan mungkin kebiasaan ini diteruskan sampai masa kini, semoga saja tidak lebih parah. Disebut bencana karena sistem pendidikan manapun tidak ada yang mengharapkan menyontek sebagai salah satu bentuk proses pembelajaran.
Tetapi masalahnya tidak ada satupun yang berani untuk memeranginya. Pecundang semuanya! Baik menteri, dinas pendidikan, guru, kepala sekolah, penjaga sekolah maupun satpam sekolah. Menyontek itu seperti candu, membuat kita ketagihan. Sudah lama kuimpikan sebuah sistem pendidikan dimana guru lebih menghargai proses yang dilalui siswa, lebih menilai usaha dan bukan hanya menilai hasil akhir. Mungkin yang bisa melakukannya sampai saat ini hanyalah Tuhan.
Dengan sistem pendidikan seperti ini, pendidikan yang mementingkan hasil akhir. Siswa cerdik seperti aku banyak menemukan celah dalam sistem. Seperti kalau praktikum aku sering memanipulasi data pengamatan. Agar hasil praktikum yang aku lakukan sama dengan teorinya. Sehingga nilai kelompokku selalu bagus. Padahal melakukan praktikum dengan benar saja tidak. Oh iya, bukan hanya praktikum. Pun aku tidak pernah mempersiapkannya.
Seharusnya guru peka terhadap kondisi seperti ini. Bukan malah seperti orang idiot yang pura-pura tidak tahu. Masalah utama dan pertama dari mengapa banyak siswa menyontek itu karena beban tugas yang diberikan guru tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Bagaimana siswa tidak kalap. PR yang diberikan bisa mencapai 25 soal. Itu untuk satu mata pelajaran. Padahal dalam satu hari siswa bisa mendapatkan banyak sekali PR. Andai guru mengerti dan hanya memberikan 1-2 soal yang mudah saja pada siswanya. Pasti jumlah siswa yang menyontek akan semakin berkurang.
"Hey, Afrodit, ikut nyontek ya!" aku segera duduk di samping Afrodit untuk menggantikan temanku yang sudah selesai menyontek. Afrodit terkenal jago matematika, jadi pantas saja jika dia salah satu harapan siswa di kelas ketika ada PR banyak seperti ini.
"Phi belum ngerjain?" tanyanya dengan heran. Sebenarnya bukan pertanyaan itu yang membuat aku heran. Tapi bagaimana sebenarnya aku dan Afrodit belum pernah berkenalan secara resmi sebelumnya. Tampaknya kita sudah sama-sama saling tahu akan nama kita masing-masing.
"Enggak usah heran seperti itu deh"
"Iya ini nyonteknya barengan saja sama yang lain"
"Hehe.... siap tuan puteri" jawabku dengan sedikit merayu.
"Jangan merayu, udah cepat kerjain. Ini 15 menit lagi bel masuk" sela Adrian padaku sambil tersenyum.
25 menit telah berlalu. Bel tanda masuk kelas juga sudah berdering dengan nyaring semenjak 10 menit yang lalu. Aku baru saja salesai mengerjakan PR. Kulihat ketua murid sedang menulis di papan tulis. Terbaca olehku bahwa ibu guru tidak akan masuk kelas dan memerintahkan siswanya untuk lagi-lagi mengerjakan soal di LKS dari halaman 7-15. Gila ini, pikirku dalam hati. Lebih banyak soal yang harus dikerjakan, selain itu materi yang ditugaskan sekarang belum pernah diajarkan sama sekali.
Kulihat sekeliling kelas, teman-teman yang lain sepertinya sedang merayakan jam bebas dengan beragam kegiatan. Layaknya napi yang baru bebas dari penjara. Kulihat Adrian sedang menggambar, Qua terlihat sedang mengupil dengan khusu', Nita sedang bergosip, sedangkan yang lainnya ada yang sedang main handphone, ya aku tahu. Beberapa sedang berkumpul di meja Zamzam untuk menonton koleksi film porno terbaru di handphonenya handphonenya memang paling bagus di kelas. Aku lirik Afrodit. Dia tampak sedang mengerjakan tugas yang baru saja diberikan.
"Ciieee.... Afrodit rajin ya, pasti suka minum susu" gangguku padanya.
"Heemm....." Afrodit hanya menjawab dengan suara tenggorokan. Tampak tidak peduli.
"Afro setiap pagi suka minum susu sambil nyanyi kan?"
"Heemm....."
"Nyanyi pok ame-ame belalang kupu-kupu"
"Heemm....."
"Yah dicuekin. Kamu orang Kalijati ya Afrodit?"
"Iya" akhirnya ada sepatah kata yang diucapkan oleh afrodit.
"Kamu punya pacar Afrodit?"
"Haha.... enggak pernah pacaran"
"Belum pernah sekalipun?"
"Belum"
"Hehe.... kamu normal kan? bukan lesbi kan?"
"Pacaran itu enggak boleh sama agama Phi. Itu hanya mendekatkan kita sama zina. Eh, lesbi itu emangnya apa sih?" tanya Afrodit dengan jujur. Sepertinya dia benar-benar tidak tahu apa itu lesbi.
"Hehe.... lesbi itu akronim. Berasal dari kata les dan biola. Jadi lesbi itu akronim yang keren untuk bilang les biola"
"Oh...." jawab Afrodit sambil mengangguk. Sepertinya dia mudah sekali untuk dibodohi. "Menurut Phi apa gunanya pacaran?"
"Sebenarnya orang-orang di luar sana berpacaran tujuanya cuma satu" jawabku tanpa melanjutkan kata-kata agar Afrodit penasaran.
"Mendekati zina?"
"Bukan. Tujuan orang pacaran itu hanya untuk putus, mungkin karena berpisah, mungkin juga karena menikah"
"Tapi kebanyakan itu malah putus"
"Hehe.... namanya juga belajar mengenal"
"Eh Phi, Afro baru baca sesuatu tentang Phi"
"Hehe.... sesuatu apa?" jawabku dengan sedikit malu. Mungkinkah Afrodit selama ini suka sama aku? Pikirku dalam hati sambil sedikit berharap.
"Tentang arti nama Phi. Sudah tahu belum artinya?"
"Hehe.... belum tahu"
"Nama Phi itu keren lho. Mau tahu enggak?"
"Boleh" jawabku dengan antusias.
"Phi itu angka dalam matematika lho.... "
"Maksudnya dalam rumus luas lingkaran πr2 kan?"
"Hehe.... itu Pi (π) namanya, ini beda lagi, ini Phi. Lambangnya ditulis ɸ" Afrodit lalu mengambil kertas dan menunjukkan perbedaan tulisannya.
"Iya mengerti" ucapku dengan serius.
"Phi itu adalah sebutan untuk nilai 1,618. Nilai ini didapatkan dari Deret Fibonacci. Deret Fibonacci itu contohnya 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233...." jelas Afrodit sambil menuliskannya di atas kertas.
"Lalu hubungannya dengan angka Phi?"
"Phi merupakan hasil pembagian angka dalam deret Fibonacci dengan angka di depannya. Misalnya 3:2, 34:21, 89:55. Nah semakin besar angkanya maka akan semakin mendekati angka Phi, yaitu 1,618"
"Heemm...."
"Nyanyi pok ame-ame belalang kupu-kupu"
"Heemm....."
"Yah dicuekin. Kamu orang Kalijati ya Afrodit?"
"Iya" akhirnya ada sepatah kata yang diucapkan oleh afrodit.
"Kamu punya pacar Afrodit?"
"Haha.... enggak pernah pacaran"
"Belum pernah sekalipun?"
"Belum"
"Hehe.... kamu normal kan? bukan lesbi kan?"
"Pacaran itu enggak boleh sama agama Phi. Itu hanya mendekatkan kita sama zina. Eh, lesbi itu emangnya apa sih?" tanya Afrodit dengan jujur. Sepertinya dia benar-benar tidak tahu apa itu lesbi.
"Hehe.... lesbi itu akronim. Berasal dari kata les dan biola. Jadi lesbi itu akronim yang keren untuk bilang les biola"
"Oh...." jawab Afrodit sambil mengangguk. Sepertinya dia mudah sekali untuk dibodohi. "Menurut Phi apa gunanya pacaran?"
"Sebenarnya orang-orang di luar sana berpacaran tujuanya cuma satu" jawabku tanpa melanjutkan kata-kata agar Afrodit penasaran.
"Mendekati zina?"
"Bukan. Tujuan orang pacaran itu hanya untuk putus, mungkin karena berpisah, mungkin juga karena menikah"
"Tapi kebanyakan itu malah putus"
"Hehe.... namanya juga belajar mengenal"
"Eh Phi, Afro baru baca sesuatu tentang Phi"
"Hehe.... sesuatu apa?" jawabku dengan sedikit malu. Mungkinkah Afrodit selama ini suka sama aku? Pikirku dalam hati sambil sedikit berharap.
"Tentang arti nama Phi. Sudah tahu belum artinya?"
"Hehe.... belum tahu"
"Nama Phi itu keren lho. Mau tahu enggak?"
"Boleh" jawabku dengan antusias.
"Phi itu angka dalam matematika lho.... "
"Maksudnya dalam rumus luas lingkaran πr2 kan?"
"Hehe.... itu Pi (π) namanya, ini beda lagi, ini Phi. Lambangnya ditulis ɸ" Afrodit lalu mengambil kertas dan menunjukkan perbedaan tulisannya.
"Iya mengerti" ucapku dengan serius.
"Phi itu adalah sebutan untuk nilai 1,618. Nilai ini didapatkan dari Deret Fibonacci. Deret Fibonacci itu contohnya 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89, 144, 233...." jelas Afrodit sambil menuliskannya di atas kertas.
"Lalu hubungannya dengan angka Phi?"
"Phi merupakan hasil pembagian angka dalam deret Fibonacci dengan angka di depannya. Misalnya 3:2, 34:21, 89:55. Nah semakin besar angkanya maka akan semakin mendekati angka Phi, yaitu 1,618"
"Heemm...."
"Jika kita ukur tinggi badan kita lalu membandingkannya dengan jarak pusar ke telapak kaki maka hasilnya adalah 1,618. Atau bandingkan panjang dari pundak ke ujung jari dengan panjang siku ke ujung jari, maka hasilnya adalah 1,618. Contoh lainnya jika kita membandingkan jumlah lebah betina dan lebah jantan dalam sarang pasti perbandingannya menghasilkan angka 1,618. Bagitu pula dengan jarak antara garis spiral pada cangkang kerang laut, hasil perbandingannya pasti 1,618"
"Keren sekali ya? Jadi itu angka yang menjelaskan alam semesta ini?"
"Iya betul sekali. Oleh karena itu Phi sering disebut sebagai angka Tuhan. Karena semua ciptaan Tuhan selalu menggunakan rasio angka ini, yaitu 1,618"
"Hehe.... Phi memang anugrah dari Tuhan"
"Hihi.... iya benar juga. Tapi menjadi lebih spesial lagi karena diberi nama Phi"
"Sekarang gantian. Afro mau tahu enggak apa artinya Afrodit?"
"Kata Bapak sih itu nama dikasih eyang. Dulu eyang hobi baca buku, dari buku-buku itu nama Afrodit muncul. Entah buku apa yang dibaca"
"Hihi.... untung enggak suka baca buku dongeng ya. Kalau suka baca buku dongeng bisa-bisa namanya jadi si kancil"
"Haha.... iya benar juga"
"Afrodit itu adalah nama dewi kecantikan dalam mitologi Yunani"
"Phi mencoba merayu ya?"
"Enggak Phi serius. Afrodit itu dewi paling cantik. Konon katanya saking cantiknya, sang ayah yang bernama Zeus, bapaknya para dewa, sangat khawatir kalau kecantikannya dapat menyebabkan perpecahan antar dewa"
"Heemm.... lanjutkan Phi ceritanya!"
"Lupa lagi"
"Yah...."
"Hehe.... tapi kamu juga sama mungkin seperti dia"
"Hah? maksudnya?"
"Iya sama-sama wanita. Hehe...."
"Hehe.... iya"
"Eh Phi mau balik lagi ke sana ya. Menemani Adrian. Kasihan dari tadi melamun terus"
"Hihi.... iya makasih udah mau menceritakan arti nama Afrodit"
"Iya sama-sama. Terima kasih juga atas penjelasan arti nama Phi. Walau sebenarnya enggak ngerti"
"Hehe.... pasti Phi sebenarnya ngerti. Cuma suka pura-pura bodoh saja. Afro tahu itu. Jangan-jangan arti nama Phi juga sebenarnya sudah tahu"
"Nita yang bilang?"
"Iya"
Mudah-mudahan cerita selanjutnya tidak ada penjelasan rumus hitung-hitungan. Hahaha.
BalasHapusHaha.... Mungkin karena terlalu rumit ya?
HapusAtau jangan-jangan ini sebuah soal cerita? Hahaha. Untuk saya ini belum terlalu rumit kok. Hehehe.
BalasHapusHaha.... Hanya ingin memberi kesan bahwa matematika atau sains atau ilmu pengetahuan lainnya menarik untuk dipelajari. Jadi disisipi ke dalam jalan cerita. Mungkin gagal teknik.
Hapus