Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Minggu, 28 Desember 2014

[Cerbung] Penantian 1000 Tahun Eps. 6: Amoeba

Tanggal terbit:  28 Desember 2014

Sebelumnya, Penantian 1000 Tahun Episode 5: Kamu Enggak Peka!


Apakah kamu percaya pada takdir Tuhan?

Kita sudah terlalu sering berbicara masalah takdir Tuhan. Menggosipkannya di perkantoran sampai di warung kopi, di masa lalu maupun di masa yang akan datang, sendirian maupun bersama-sama, kita mempercayai takdir Tuhan, tetapi tidak pernah sekalipun mengimaninya.

Percaya artinya meyakini dengan hati, sedangkan mengimani cakupannya lebih luas lagi, lebih rumit, dan lebih mendalam. Iman menyangkut hati, ucapan, dan lebih penting lagi pun tindakan yang semuanya seirama. Tanpa terdistorsi.

Selama ini kebanyakan orang terlalu banyak salah menafsirkan. Melulu berkata, manusia merencanakan dan Tuhan yang menentukan. Maka jangan aneh jika terjadi kegagalan, lagi-lagi Sang Tuhan yang jadi kambing hitamnya (karena dia yang menentukan). Padahal sebenarnya apa yang selama ini terjadi adalah, Tuhan yang merencanakan dan manusialah yang menentukan.

Banyak orang hanya sebatas percaya takdir Tuhan. Misalnya percaya bahwa jodoh di tangan Tuhan. Tetapi ketika orang tua kita tidak setuju, ketika kita disakiti, atau diselingkuhi oleh pacar kita, kita masih setia dengannya. Padahal itu semua pertanda dari Tuhan, bahwa orang itu bukan jodoh kita. Karena tidak mungkin Tuhan berbicara secara lisan pada kita. Itu artinya kita melawan takdir Tuhan.

Ceritaku ini dimulai pada bulan Juli, 8 tahun yang lalu. Musim panas tahun 2006.


Episode 6
Amoeba

"Aku memperhatikan bahwa orang-orang akan melupakan apa yang kamu katakan, orang-orang akan melupakan apa yang kamu lakukan, tetapi orang-orang tidak akan melupakan bagaimana perasaan mereka terhadapmu" -Maya Angelou

"Menurut kamu yang itu berapa nilainya?" tanya Adrian sambil terus memperhatikan wanita yang melintas di depannya.
"Menurutku wajahnya sih 6, sedangkan untuk body 7" jawab Phi.
"Selera kamu memang rendah, menurutku wajah 4, body 6" sanggah Qua kepada Phi.
"Bukan selera aku yang rendah. Masa yang seleranya rendah sampai usia 17 tahun sudah punya 6 mantan" jawab Phi sebagai pembenaran.
"Malah kalau yang sering pacaran bisa saja artinya seleranya rendahan. Jadi sama siapa saja mau. Contoh aku, limited edition, enggak ada yang memiliki" timpal Qua tampak tak mau mengalah.
"Haha.... sudah jangan bertengkar. Ini kan hanya penilaian. Bebas orang mau menilai apa tentang pacar kita. Pacaran itu tentang urusan aku dan kamu, bukan mereka" kata Adrian coba menengahi.
"Ya sudah.... sudah.... kalau cewek yang itu berapa nilainya?" tanya Phi pada yang lainnya.

Mereka tampak tidak ada kerjaan sekali. Itulah kelakuan Phi dan teman-temannya. Entah untuk kesekian kali mereka melakukan itu di depan kantin, waktu jam istirahat. Menilai wanita, lalu membanding-bandingkannya, terlihat seperti juri. Seolah wanita itu adalah objek seni. Seandainya mereka tahu jika perbandingan hanya akan membawa manusia ke dalam jurang kompetisi tiada akhir. Sebenarnya apakah benar yang mereka nilai itu adalah fisik wanita? Apakah mereka tidak sadar bahwa mereka juga sedang menilai kemampuan Tuhan yang telah menciptakan wanita?

"Hayo.... melamun aja!" sapa Nita padaku. "Sedang memperhatikan apa?"
"Afro sedang menonton acara live tentang kisah hidup manusia" jawabku singkat.
"Hehe.... mereka memang seperti itu. Apalagi Phi, tidak pernah berubah dari kelas X. Dia selalu menjadi bintang, tapi bukan bintang yang bersinar terang, bercahaya, tapi bukan putih"
"Bercahaya tapi tidak putih? Aneh, haha.... sulit dimengerti"
"Cahaya Phi itu gelap. Bahkan mampu menyerap cahaya putih dari bintang-bintang lain"
"Puitis banget nih Nita. Afro enggak ngerti jadinya"
"Hihi.... maksudnya meskipun di sekeliling dia banyak orang yang lebih baik, tetapi mata semua orang pasti tertuju padanya. Soalnya dia unik. Membuat orang-orang melupakan yang baik hanya untuk dia"
"Nita pernah jadi pacar Phi ya?"
"Lho? Afro tahu darimana?"
"Itu bukan rahasia lagi. Di ruang guru juga Phi selalu menduduki gosip paling hot. Bisa karena prestasinya, bisa karena masalah yang ditimbulkan olehnya"
"Haha.... jadi sampai segitunya? Dia memang aneh. Pernah suatu saat di kelas X dia memimpin demo karena temannya mau putus sekolah"
"Pernah ada demo di sekolah ini. Bukannya itu dilarang? Afro baru tahu" tanyaku dengan heran.
"Iya pernah. Wajar kalau Afro tidak tahu. Demonya saja cuma berempat sama dia"
"Berani ya!"
"Batas antara nekat, berani dan bodoh itu tipis" tandas Nita kepadaku


*****

Siang ini, dua jam terakhir di kelas, lagi-lagi Ibu Erna tidak masuk ke kelas. Kerjaannya hanya memberikan tugas untuk dikerjakan di LKS. Bingung, ingin ngobrol dengan yang lain tapi aku tidak dekat dengan siapapun kecuali Nita dan Sarah. Kubolak-balik LKS pun percuma. Tidak ada yang bisa dikerjakan. Bagimana kamu bisa membaca jika kamu belum diajarkan caranya untuk membaca? Rumus-rumus ini tampak seperti huruf hieroglyph bagiku.

"Perhatian semuanya!" teriak Phi di depan kelas. Mau apalagi dia? Pikirku dalam hati. "Hari ini untuk pelajaran Fisika biar aku yang jadi gurunya" tegas Phi di depan kelas tampak penuh percaya diri.
"Haha.... mau ngajarin bagaimana caranya mengintip celana dalam wanita Phi?" tanya Adrian dari belakang.
"Bukan, ini tentang Fisika!"
"Iya jelasin supaya kami bisa mengerti Phi" ujar salah seorang siswa.

Memang pembuat onar. Apa sih yang dia inginkan. Selalu menjadi pusat perhatian, guru selalu membicarakannya, bahkan ada pernyataan kalau kamu ingin terkenal di depan guru tinggal ikut saja bergaul dengannya. Andai semua orang tahu betapa buruknya Phi. Meskipun harus aku akui, sikapnya yang selalu apa adanya memang sangat menarik.

"Kita sekarang akan mempelajari mengenai hukum-hukum Newton. Tentang hukum alam" buka Phi dalam pembelajaran pertamanya.
"Kenapa kita harus mempelajari hukum alam Phi?" tanya Kiki padanya.
"Karena supaya kita dapat memanfaatkan alam. Hukum alam itu sebenarnya seperti manual book mesin cuci. Kita memang tidak wajib membacanya, tetapi kalau kita ingin mengoperasikan mesin cuci itu dengan efektif dan efisien, maka manual book harus dibaca"
"Lanjutkan Phi!" ujar Qua dari kejauhan dan sepertinya tampak memperhatikan. Aku punya firasat bahwa ini tidak akan berlangsung dengan baik.
"Kita mulai dulu dari hukum kekekalan energi. Masih ingat bagaimana bunyi hukum kekekalan energi?" tanya Phi pada teman-teman sekelas.
"Energi tidak dapat diciptakan dan energi tidak dapat dimusnahkan" jawabku secara spontan. Aneh, kenapa aku malah jadi ikut-ikutan.
"Hampir benar Afrodit! Lebih tepatnya lagi energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi dapat diubah ke dalam bentuk energi yang lain"
"Aku kurang mengerti Phi, bisa diberikan contoh agar lebih mudah?" tanya Qua.
"Misalnya pada kipas angin yang menyala. Berarti terdapat energi kinetik yang berasal dari energi listrik, yang misalnya bersumber dari PLTA, itu berarti asalnya dari energi potensial air, energi potensial air berasal dari energi kinetik atom-atom dalam air dan seterusnya tanpa ada henti dan memiliki siklus yang rumit. Biar lebih gampang maka aku akan memisalkannya dengan cinta. Cinta itu adalah salah satu bentuk energi. Cinta itu tidak bisa diciptakan, tidak bisa dimusnahkan, hanya bisa diubah dalam bentuk cinta yang lain. Misalnya dalam bentuk rasa perhatian, pengorbanan, peduli, melindungi, dll"
"Menarik, lanjutkan playboy!" ujar siswa yang lain.
"Jadi intinya bagi para jomblo atau teman-teman yang pernah disakitin gebetannya. Tenang saja, meski dikhianati, meski dicurangi, meski ditipu, meski tak dibalas, meski tak diacuhkan, meski dihina: Cinta yang kamu beri kepada seseorang ‪‎pasti‬ kembali. Baik melalui orang yang kamu beri cinta, maupun melalui orang lain. Itu pasti!"

Tiba-tiba semua orang di dalam kelas bertepuk tangan. Tak terkecuali aku. Terpaksa, dan memang harus akui pemaparannya memang menarik. Menghubungkan cinta dengan sains, dengan hukum kekekalan energi. Tapi sebenarnya argumen Phi ini memiliki kelemahan. "Lalu bagaimana dengan cinta pertama Phi? Darimana itu asalnya?"

"Pertanyaan bagus Afro. Cinta pertama kita sebenarnya berasal dari cinta orang tua yang berubah bentuk. lalu cinta orang tua kita berasal dari kakek-nenek kita, lalu nenek moyang kita yang lain, dan akhirnya, awal mula cinta itu adalah Tuhan"

Aku terdiam. Benar apa yang dikatakan Phi. Bahkan mungkin anak-anak remaja mesjid pun tidak mampu mengutarakan apa yang dikatakannya. Penjelasannya logis, tidak mengada-ngada. Aku kalah.

"Jika semua sudah mengerti, maka saya akan membahas hukum I Newton yang berbunyi bahwa benda diam akan tetap diam, dan benda bergerak akan tetap bergerak. Rumusnya F = 0" Phi menuliskan rumus tersebut di papan tulis. "Contohnya jika kita melempar bola di ruang angkasa. Maka bola tersebut akan terus melaju. Benda bergerak akan tetap bergerak"
"Bukankah kalau kita melempar bola di lantai bola tersebut akan berhenti?" tanya Sarah dengan serius terhadap Phi.
"Itu karena terdapat gaya gesek, makanya bolanya berhenti. Sedangkan di luar angkasa tidak ada gaya gesek" Phi mengalihkan pandangannya ke sekitar lalu melanjutkan penjelasannya. "Itulah alasan kenapa orang susah berpindah dari zona nyamannya. Orang galau susah move on, orang patah hati susah untuk bahagia, orang panik susah untuk tenang. Itu karena sesuai dengan hukum I Newton ini"

Kali ini semua orang terdiam. Tidak bertepuk tangan seperti tadi. Mungkin apa yang dijelaskan Phi terlalu rumit, atau bisa juga karena dia benar.

Baru saja kami berusaha memahami apa yang diakatakan Phi, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita berdehem. Ternyata itu Ibu Erna. Beliau memandang Phi dengan sangat tajam. Siswa yang lain terlihat diam. Sepertinya dia marah besar.

"Phi, ikut ibu sekarang!" perintah Ibu Erna kepada Phi.

Phi berjalan mengikuti langkah kaki Ibu Erna menuju tempat para dewa, ruang guru. Sedangkan kami, teman-temannya, seperti terpasung tidak berdaya. Semoga kau baik-baik di sana Phi, gumamku dalam hati.

Segera kubuka buku diaryku. Lalu kutulis tentang hari ini. Kubuatkan puisi untuk Phi:
Amoeba
Aku
Aku adalah aku
Aku bukan kamu
Aku bukan kekasihmu, bukan saudaramu, apalagi guru kelasku

Kamu
Kamu adalah kamu
Kamu bukanlah aku
Kamu bukan kekasihku, bukan saudaramu, apalagi guru ngajiku

Tapi aku tahu siapa kamu,
Kamu adalah amoeba!
Hewan bersel satu, bermahzab eukariota
Tidak terlihat, kecuali dengan bantuan mikroskop, atau dengan mata hati

Kamu memang amoeba
Terus membelah diri, berkembang begitu cepat
Menyebarkan ideologimu,
Mempengaruhi tetapi ditolak, dibenci tetapi benar
(Bersambung)
Gambar Ilustrasi

0 komentar :

Posting Komentar

Ikutlah Berpartisipasi di www.RofaYuliaAzhar.com. Cukup dengan Memberikan Tanggapan atas Artikel Kami. Agar Kami dapat Meningkatkan Kualitas Artikel yang Kami Buat