Oleh: Rofa Yulia Azhar
Tanggal terbit: 20 Juni 2012
Catatan: Tulisan ini merupakan gubahan dari karya tulis ilmiah yang pernah penulis buat untuk suatu lomba karya tulis ilmiah [untuk kepentingan publikasi format penulisan telah dirubah]
Update: 6 Mei 2014
1. Pendahuluan
Terdapat empat aliran pendidikan yang sudah popular, yaitu nativisme,
empirisme, naturalisme dan konvergensi. Nativisme yang dipelopori Schopenhauer
berpendapat bahwa bayi terlahir sudah dengan pembawaan sifat baik dan buruk.
Empirisme melalui John Locke (1704-1832) menyatakan bahwa pembentukan
kepribadian manusia sangat ditentukan oleh rangsangan dari lingkungan luar.
Naturalisme yang dimunculkan oleh J.J. Rousseau (1712-1778) menyatakan bahwa
semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Dan Konvergensi yang
dipelopori William Stern menyebutkan bahwa keberhasilan pendidikan sangat
tergantung dari pembawaan dan lingkungan.
Lalu siapakah yang benar? Terlepas dari itu semua ada satu tokoh lagi yang bernama Ghazali dengan pemikiran-pemikirannya yang berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadist yang sangat fenomenal. Beliau menjelaskan tentang konsep fitrah yang dikenal dengan sebutan al-Nafs al-Rabbâniyyah.. Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci tidak berarti kosong melainkan memiliki potensi. Fitrah merupakan potensi yang terdiri dari lima jenis yaitu potensi berilmu, potensi beramal, potensi berislam, potensi bertakwa dan potensi berihsan. Pandangan beliau dipengaruhi oleh paham tasawuf. Ghazali menekankan teorinya pada konsep kepribadian Muthmainnah. Kepribadian Muthmainah yang mengantarkan manusia pada eksistensi sebenarnya sebagai hamba Allah. Pandangan Al-Ghazali tentang pendidikan lebih cenderung pada pendidikan moral dengan pembinaan budi pekerti dan penanaman sifat-sifat keutamaan pada anak didik.
Lalu siapakah yang benar? Terlepas dari itu semua ada satu tokoh lagi yang bernama Ghazali dengan pemikiran-pemikirannya yang berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadist yang sangat fenomenal. Beliau menjelaskan tentang konsep fitrah yang dikenal dengan sebutan al-Nafs al-Rabbâniyyah.. Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci tidak berarti kosong melainkan memiliki potensi. Fitrah merupakan potensi yang terdiri dari lima jenis yaitu potensi berilmu, potensi beramal, potensi berislam, potensi bertakwa dan potensi berihsan. Pandangan beliau dipengaruhi oleh paham tasawuf. Ghazali menekankan teorinya pada konsep kepribadian Muthmainnah. Kepribadian Muthmainah yang mengantarkan manusia pada eksistensi sebenarnya sebagai hamba Allah. Pandangan Al-Ghazali tentang pendidikan lebih cenderung pada pendidikan moral dengan pembinaan budi pekerti dan penanaman sifat-sifat keutamaan pada anak didik.
2. Landasan Teori
Dalam bahasa Arab istilah yang mengacu kepada pengertian guru, yaitu; al-Alim (jamaknya
ulama) atau al-Mu’allim, yang
berarti orang yang mengetahui dan banyak digunakan para ulama/ahli pendidikan
untuk menunjuk pada hati guru. Selain itu, adalah al-Mudarris (untuk
arti orang yang mengajar atau orang yang memberi pelajaran) dan al-Muaddib (yang
merujuk kepada guru yang secara khusus mengajar di istana) serta al-Ustadz
(untuk menunjuk kepada guru yang mengajar bidang pengetahuan agama
Islam, dan sebutan ini hanya dipakai oleh masyarakat Indonesia dan Malaysia).[1]
Efektivitas dan efisiensi belajar individu di sekolah sangat bergantung kepada peran guru. Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan bahwa dalam pengertian pendidikan secara luas, seorang guru yang ideal seyogyanya dapat berperan sebagai :
1. Konservator (pemelihara) sistem nilai yang
merupakan sumber norma kedewasaan;
2. Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu
pengetahuan;
3. Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai
tersebut kepada peserta didik;
4. Transformator (penterjemah) sistem-sistem
nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam
proses interaksi dengan sasaran didik;
5. Organisator (penyelenggara) terciptanya
proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada
pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran
didik, serta Tuhan yang menciptakannya).
Sedangkan dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin
dengan mengutip pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam
proses pembelajaran peserta didik, yang mencakup :
1. Guru
sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan dilakukan
di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).;
2. Guru
sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi,
memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar
sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai orang sumber (resource
person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti demokratik &
humanistik (manusiawi) selama proses berlangsung (during teaching problems).
3. Guru
sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa,
menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement), atas
tingkat keberhasilan proses pembelajaran, berdasarkan kriteria yang ditetapkan,
baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi produknya.
Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin
Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher
counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik
yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa,
dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya
(remedial teaching).
Di lain pihak, Moh. Surya (1997) mengemukakan tentang peranan guru di sekolah, keluarga dan masyarakat. Di sekolah, guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent).
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang psikologis.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru berperan sebagai :
1. Pengambil
inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan;
2. Wakil
masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan
kepentingan masyarakat dalam pendidikan;
3. Seorang
pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya;
4. Penegak
disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan
disiplin;
5. Pelaksana
administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat
berlangsung dengan baik;
6. Pemimpin
generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan
peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan; dan
7. Penterjemah
kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Di pandang dari segi diri-pribadinya (self oriented), seorang
guru berperan sebagai :
1. Pekerja
sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan
pelayanan kepada masyarakat;
2. Pelajar
dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus
untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya;
3.
Orang
tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta
didik di sekolah;
4.
model
keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara
peserta didik; dan
5. Pemberi
keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa
aman berada dalam didikan gurunya.
Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :
1. Pakar
psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi
pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik;
2.
Seniman
dalam hubungan antar manusia (artist in human relations), artinya guru
adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar
manusia, khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan
pendidikan;
3. Pembentuk
kelompok (group builder), yaitu mampu mambentuk menciptakan kelompok dan
aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
4.
Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang
yang yang mampu menciptakan suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik;
dan
5. Petugas
kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab
bagi terciptanya kesehatan mental para peserta didik.
Sementara itu, Doyle sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2002)
mengemukan dua peran utama guru dalam pembelajaran yaitu menciptakan
keteraturan (establishing order) dan memfasilitasi proses belajar (facilitating
learning). Yang dimaksud keteraturan di sini mencakup hal-hal yang terkait
langsung atau tidak langsung dengan proses pembelajaran, seperti : tata letak
tempat duduk, disiplin peserta didik di kelas, interaksi peserta didik dengan
sesamanya, interaksi peserta didik dengan guru, jam masuk dan keluar untuk
setiap sesi mata pelajaran, pengelolaan sumber belajar, pengelolaan bahan
belajar, prosedur dan sistem yang mendukung proses pembelajaran, lingkungan
belajar, dan lain-lain.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah peserta didiknya.
Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus. Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitiaan guru tidak terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Berdasarkan tinjauan teori di atas maka diperlukan suatu pengembangan kepribadian guru yang mampu menjalankan peran-peran di atas dengan sebaik-baiknya.
3.
Bagaimana Seharusnya Guru Itu?
“Sesungguhnya hasil ilmu itu ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, menghubungkan diri dengan ketinggian malaikat dan berhampiran dengan malaikat tinggi.” (Imam Al-Ghazali)
Saat ini, kebanyakan guru hanya menjadi pengajar, yaitu
mengajarkan pelajaran kepada para siswa. Guru hanya mentransfer atau memindahkan pengetahuan dalam
pikiran dan buku untuk ditiru sehingga dikuasai siswanya. Akibatnya, gurupun
hanya berorientasi untuk menyampaikan materi pelajaran. Tidak lebih dari
itu. Memperhatikan kondisi
demikian, para guru lebih berkeinginan untuk menjadi pengajar daripada
pendidik.
Memang menjadi pengajar itu mudah. Sangat mudah. KBBI (2008:23) mendefinisikan mengajar sebagai kegiatan memberi pelajaran. Kata mengajar berasal dari kata ”ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau dituruti. Jika makna mengajar hanya demikian, tentu kondisi ini sangat berbahaya. Guru tidak lagi memperhatikan aspek-aspek humanisme para siswanya. Karena hanya bertujuan menyampaikan pelajaran, guru hanya mengejar ketercapaian kurikulum. Jika semua isi kurikulum sudah disampaikan, gurupun beranggapan bahwa tugasnya sudah selesai.
Gambar 1. Ilustrasi diskusi yang dilakukan oleh guru
Tugas terberat guru
adalah menjadi pelatih akhlak dan kecerdasan. Akhlak itu melekat pada
diri seseorang. Akhlak tercermin dari perilaku
keseharian. Karena menjadi pelatih, semua perilaku guru merupakan cerminan
penguasaan pelajaran yang dibungkus dengan kesantunan sikap, hati dan
pikirannya. Itulah wujud pikiran cerdas seorang guru. Jika sikap itu dimiliki 1% guru Indonesia, bangsa ini
akan menjadi bangsa maju sebagai pesaing utama bangsa maju dunia.
Seorang guru adalah orang yang menempati status yang mulia di daratan bumi, ia meniddik jiwa, hati, akal dan roh manusia. Sedangkan jiwa manusia adalah unsur yang paling mulia pada bagian tubuh manusia dan manusia adalah makhluk yang paling mulia di dunia ini dibandingkan dengan makhluk lainnya.
4. Sifat-Sifat Guru yang Dirindukan
Berdasarkan peran
guru yang telah diuraikan pada dasar teori, maka guru harus memiliki
sifat-sifat yang dirindukan oleh murid-muridnya sehingga pada akhirnya guru itu
akan digugu dan ditiru. Berikut ini dijelaskan sifat-sifat guru yang dirindu
oleh murid-muridnya:
a. Guru
hendaknya mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri. Pengarahan kasih sayang
kepada murid mengandung makna dan tujuan perbaikan hubungan pergaulan dengan
anak-anak didiknya, dan mendorong mereka untuk mencintai pelajaran, guru, dan
sekolah dengan tanpa berlaku kasar terhadap mereka. Dengan dasar ini maka
hubungan pergaulan antara guru dan murid menjadi baik dan intim yang didasari
atas rasa kasih sayang dan cinta serta kehalusan budi.
b. Guru hendaknya
bekerja jangan mencari bayaran dari pekerjaan mengajarkan dengan alasan bahwa
pekerjaan mengajar itu lebih tinggi harganya dari pada harta benda, cukuplah
kiranya guru mendapatkan kebaikan (fathilah) dan pengakuan tentang kemampuannya
menunjukkan orang kepada jalan kebenaran dan hak, kebaikan dan ilmu
pengetahuan, dan yang lebih utama lagi ialah guru dengan menunjukkan jalan yang
hak kepada orang lain.
c. Guru hendaknya
selalu menasehati muridnya agar menuntut ilmu yang bermanfaat dan memberikan
nasihat-nasihat lainnya yang bersifat pribadi dan mendidik.
d. Seorang
guru idola (taladan) yang baik dan contoh yang utama yang harus ditiru oleh
anak-anak (mereka menyerap kebiasaan yang baik yang dikembangkan oleh seorang
guru idola). Mereka senang mencontoh sifat-sifat dan meniru segala
tindak-tanduk guru yang diidolakan. Oleh sebab itu seorang guru wajib berjiwa
lembut yang penuh dengan tasammuh (lapang dada) penuh keutamaan, dan terpuji.
e. Memperhatikan
bakat-kemampuan murid tingkat perkembangan akal dan pertumbuhan jasmaniahnya
dan guru harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak (murid).
f. Faktanya,
guru yang humoris lebih disukai daripada guru yang terkesan serius. Tapi dampak
dari kehumorisan yang berlebihan akan membuat seorang guru kehilangan
kewibawaan. Sebaiknya seorang guru tetap serius tapi terkesan ramah. Atau
humoris yang tidak berlebihan.
g. Guru
hendaknya mampu mengamalkan ilmunya, agar ucapannya tidak mendustai
perbuatannya. Guru idola adalah guru yang karena ucapan-ucapan yang sesuai
dengan prilakunya. Jika guru berpaling dari ucapannya maka akan menjadi sumber
kerendahan.
h. Guru hendaknya
menjadi contoh teladan yang baik bagi murid-muridnya. Jika kita amati kenyataan
masa kini bahwa sistem pendidikan tidak akan mengalami kerusakan
disekolah-sekolah kita, kecuali jika para guru tidak melakukan apa yang mereka
katakan, sehingga murid-muridnya tidak mendapatkan seseorang guru pun di antara
mereka tokoh teladan dan ikutan baik yang diteladani sebagai idola mereka.
Dalam kaitan ini firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat yang tegas
menyatakan sebagai berikut :
“Apakah
kamu memerintah manusia dngan perbuatan baik sedang kamu lupa terhadap dirimu
sendiri.” (Al-Baqarah, 44).
Disamping
itu mereka melupakan arti syair yang mengatakan :
“Janganlah
engkau melarang orang lain berbuat akhlak jelek sedangkan kamu sendiri
melakukannya.”
i. Mempelajari
hidup psikologis murid-muridnya agar keragu-raguan antara guru dan murid-murid
lenyap, dan mereka dapat bergaul akrab, serta menghilangkan gangguan-gangguan
yang menghalangi hubungan mereka dengan murid-muridnya.
j. Guru
hendaknya selalu berpenampilan rapi, sopan dan santun suasai dengan tuntutan
agama dan norma yang berlaku.
k. Guru
hendaknya tidak melupakan janji yang telah diucapkan.
l. Guru
hendaknya selalu berbuat adil dan memperlakukan sama rata semua siswanya.
5. Persyaratan
kepribadian pendidik
a. Sabar menerima masalah masalah-masalah yang
ditanyakan murid dan harus diterima baik.
b. Berani untuk memuji dan menghukum demi
kebaikan siswanya
c. Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih
kasih
d. Jika duduk harus sopan dan tunduk, tidak
riya/ pamer.
e. Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang
alim, dengan maksud mencegah tindakannya.
f. Bersikap tawadhu’ dalam pertemuan-pertemuan
g. Sikap dan pembicaraannya tidak main-main
h. Menanamkan sifat bersahabat di dalam hatinya
terhadap semua murid-muridnya
i. Menyantuni
serta tidak membentak-bentak orang-orang bodoh
j. Membimbing
dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya
k. Berani berkata : saya tidak tahu, terhadap
masalah yang tidak dimengerti. Guru boleh tidak tahu tapi tidak boleh berkata
bohong.
3.1 Simpulan
Guru yang
dirindu adalah guru yang penuh cinta kasih terhadap siswanya, sesuainya ucapan
dengan tindakan dan mampu menjadi suri tauladan baik itu dalam kehidupan
pribadi maupun kehidupan di masyarakat. Guru bisa mendapatkan kewibawaan
melalui pembawaan yang serius tapi tetap ramah dan murah senyum dan harus
menjauhi dari kesan galak atau kejam sehingga murid menggugu karena takut. Jika
seorang guru telah menjadi seorang guru yang dirindukan oleh siswanya, insya
Allah dia pasti akan di gugu dan ditiru.
Daftar Pustaka
Al-Jumbulati, Ali dan Futuh At-Tuwaanisi, Abdul. 1994. Perbandingan
Pendidikan Islam. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1980.
Pengelolaan
Kelas dan Siswa. Jakarta : Rajawali.
Arikunto, Suharsimi. 1993.Manajemen
Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Bahri Djamarah,
Syaiful dan Zain, Aswan. 1997. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Bahri Djamarah, Syaiful. 2000.
Guru
dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.
Hasan Sulaiman, Fathiyah. Aliran-Aliran
Dalam Pendidikan (Studi Tentang Aliran Pendidikan Menurut Al-Ghazali).
Nata, Abuddin.2001. Perspektif
Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid (Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soetjipto, Raflis Kosasi. 1999. Profesi
Keguruan. Jakart: Rineka Cipta.
Tamrin¸ Dahlan. 1988. Al-Ghazali
dan Pemikiran Pendidikannya. Malang.
Zainuddin. 1990. Seluk-Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara.
0 komentar :
Posting Komentar
Ikutlah Berpartisipasi di www.RofaYuliaAzhar.com. Cukup dengan Memberikan Tanggapan atas Artikel Kami. Agar Kami dapat Meningkatkan Kualitas Artikel yang Kami Buat