Oleh: Rofa Yulia Azhar
Tanggal terbit: 19 Juni 2012
Update: 6 Mei 2014
1. Pendahuluan
Sabun
merupakan zat yang digunakan untuk membersihkan baju dan peralatan lainnya.
Sabun bisa dikatakan sebagai bahan kimia sintetik yang paling umum. Fungsi
utama sabun yang dapat melarutkan minyak membuatnya sangat dikagumi karena dapat
membersihkan kotoran yang terikat pada minyak dan yang tidak dapat dibilas oleh
air.
Sabun
adalah surfaktan yang biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut padatan.
Walaupun pada perkembangannya sabun telah ada yang berbentuk cairan dengan
segala kelebihannya, tetapi tetap saja sabun berbentuk batangan lebih populer
dan sering digunakan karena faktor sejarah dan bentuk umumnya. Jika
diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel
dalam suspensi
mudah dibawa oleh air bersih.
Umumnya,
sabun terbuat dari campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang
direaksikan dengan alkali (seperti NaOH atau KOH) pada suhu yang relatif tinggi
(800C-1000C) melalui suatui proses yang dikenal sebagai
proses saponifikasi. Secara tradisional, alkali yang digunakan berasal dari
pembakaran senyawa nabati atau dengan kata lain bisa digunakan arang/abu
sebagai sumber alkali.
2. Sejarah Penemuan Sabun
Sabun
berkaitan erat dengan kebersihan. Jika ditinjau dari aspek sejarah, kebersihan
mulai dipelajari manusia sejak manusia mengenal air yaitu pada saat awal mula
manusia hidup di bumi. Mereka bertempat tinggal di dekat sungai, dan minimal
mereka belajar membilas lumpur dari tangannya.
Benda
mirip sabun ditemukan di dalam benda yang berbentuk tabung pada saat penggalian
di situs Babilonia kuno. Benda itu diperkirakan dibuat pada 2800 SM.
Istilah
saponifikasi dalam literatur berarti ‘soap making’. Akar kata sapo yang dalam
bahasa latin yang artinya sabun. Dalam salah satu legenda Romawi kuno (±2800
SM), kata soap untuk sabun berasal dari kata Sapo yang merupakan nama gunung.
Gunung Sapo merupakan tempat dimana hewan disembelih untuk dikorbankan kepada
para dewa dalam acara keagamaan. Lemak yang berasal dari hewan yang telah mati
bercampur dengan abu atau arang sisa pembakaran sehingga menghasilkan emulsi
yang sekarang kita kenal dengan nama sabun (soap).
Ketika
hujan turun, lemak dan abu kayu atau arang yang telah bercampur mengalir ke
Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang-orang mencuci di
Sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa ketika bersentuhan dengan
pakaian mereka. Hasilnya cukup ajaib, lemak dan kotoran lebih mudah terangkat.
Namun sumber lain menyatakan bahwa nama atau istilah “sapo” berasal dari -advertising-bath-soap “Bukit Sapo” di Italia di zaman Romawi kuno,
meskipun ceritanya mirip dengan cerita di atas, yaitu tentang adanya lemak
binatang persembahan yang bercampur abu mengalir turun ke tanah liat di tepian
sungai Tiber. Para perempuan mendapatkan bahwa cucian mereka menjadi lebih
bersih tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga. dengan menggunakan tanah liat
ini untuk mencuci pakaiannya. Bangsa Yunani kuno mandi karena alasan estetika
tanpa memakai sabun. Tetapi mereka membersihkan tubuh mereka dengan gumpalan
tanah liat, pasir, batu apung dan abu, lalu melumuri badannya dengan minyak dan
mengerik lepas minyak dan tanah tersebut dengan alat yang terbuat dari logam
yang dinamakan “strigil”. Mereka juga
memakai minyak dicampur abu. Mencuci pakaian dilakukan di sungai tanpa sabun.
Bangsa Jerman dan Gaul kuno juga dikatakan menemukan suatu
substansi yang dinamakan sabun, terbuat dari lemak lembu dan abu, yang mereka
pakai untuk mencat rambut agar berwarna merah
Sejalan dengan majunya peradaban Romawi, cara mandi pun
menjadi lebih maju pula. Tempat mandi umum Romawi pertama yang terkenal, yang
airnya disalurkan melalui jaringan perpipaan/saluran, dibangun kira-kira pada
312 S.M. Tempat mandinya mewah dan menjadi sangat populer. Menjelang abad kedua
Masehi, Galen tabib Yunani yang terkenal, menganjurkan sabun untuk pengobatan
maupun alat pembersih.
Pliny the Elder seorang punjangga dan filosof naturalis di
abad 1 M, bangsa Phoenisia membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu pada
600 S.M dan terkadang menggunakannya sebagai komoditas untuk barter dengan
bangsa Gaul. Kata “sabun” petama kali muncul di bahasa Eropa di dalam buku
Pliny the Elder berjudul Historia Naturalis, yang menguraikan tentang pembuatan
sabun dari lemak dan abu, namun penggunaan yang disebutkannya hanya sebagai
jeli untuk rambut; dalam nada yang tidak setuju disebutkannya bahwa di antara
bangsa Gaul dan Jerman, lebih banyak kaum lelaki yang menggunakannya daripada
perempuan.
Sabun dikenal luas di zaman kekaisaran Romawi; apakah bangsa
Romawi belajar memakai dan membuatnya dari orang-orang dari Laut Tengah kuno
atau dari bangsa Keltik, penduduk wilayah Britannia, tidaklah diketahui pasti.
Bangsa Romawi kuno di abad 1 M menggunakan air seni (urine) untuk membuat substansi seperti sabun. Urine mengandung
ammonium karbonat yang bereaksi dengan minyak dan lemak dari wol menghasilkan
saponifikasi parsial. Orang-orang yang disebut sebagai fullones mondar mandir
di jalanan kota mengumpulkan urine untyuk dijual ke para pembuat sabun.
Bangsa Keltik, yang membuat sabun dari lemak binatang dan abu
tanaman menamakan hasil produksinya sebagai saipo, yang menjadi asal kata soap.
Peranan penting sabun untuk mencuci dan membersihkan tampaknya belum diketahui
sampai abad ke 2 M; Galen, tabib bangsa Yunani menyebutnya sebagai obat dan
alat pembersih tubuh. Pada zaman dahulu sabun dipakai sebagai obat medis.
Kejatuhan kekaisaran Roma tahun 467 M menurunkan pula
kebiasaan mandi rakyatnya, sampai-sampai sebagian besar benua Eropa merasakan
akibat dari kejorokan mereka terhadap kesehatan masyarakat. Lingkungan hidup
dan kebersihan diri yang jorok ini mempunyai andil besar pada terjadi wabah
besar penyakit pes di Abad Pertengahan, yang disebut sebagai Black Death di abad ke 14. Diperkirakan
30%-50% penduduk Eropa meninggal oleh wabah tersebut. Kebersihan diri dan
kebiasaan mandi baru kembali ke sebagian besar Eropa pada abad ke 17.
Namun, masih ada bangsa pada abad pertengahan yang tetap
mementingkan kebersihan diri. Mandi setiap hari sudah umum dilakukan di Jepang
pada Abad Pertengahan. Juga di Eslandia, kolam yang dihangatkan dengan air dari
sumber air panas merupakan tempat ngerumpi yang beken setiap Sabtu malam.
Pembuatan sabun
menjadi kerajinan yang mapan di Eropa pada abad ke 7. Berbagai perkumpulan para
pembuat sabun menjaga rapat rahasia mereka. Minyak atau lemak binatang dan
nabati digunakan bersama dengan abu tumbuh-tumbuhan, dengan diberi pewangi.
Secara bertahap berbagai jenis sabun diciptakan untuk bercukur dan keramas,
mandi serta mencuci.
3. Proses Pembuatan Sabun
Sebenarnya proses pembuatan sabun cair bisa disesuaikan dengan apa yang diinginkan oleh pembuat. Walau harus diakui membuat sabun sendiri lebih mahal daripada membeli sabun yang ada di pasaran. Tetapi harus diingat juga jika kualitas sabun buatan sendiri lebih terjamin dari sabun yang ada di pasaran. Terutama harus dicermati kandungan sodium laureth sulfate (SLS) yang terkandung pada beberapa sabun pasaran dapat membahayakan kulit kita. SLS ini merupakan bahan utama pada sabun cair atau detergent. Jadi dapat anda bayangkan penyalahgunaan SLS yang seharusnya untuk pakaian, malah digunakan untuk kulit kita, sehingga kulit menjadi kering, iritasi dan mudah terjangkit penyakit kulit. Bahan utama pembuatan sabun batangan dikemukakan seperti di bawah ini:
Bahan Baku: Minyak/Lemak
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki
struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak
atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan
antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan
berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud
padat.
Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa
trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan
sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18.
Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi
pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi
keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti
oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah
teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak
tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada
asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang
dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.
Jenis-jenis Minyak atau Lemak
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses
pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan
ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan
mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai
dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
1. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau
domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping.
Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari
asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow
dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow
dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat
adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari
tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C.
Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
2. Lard. Lard merupakan minyak babi yang
masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam
lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti
tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi
ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah
berbusa.
3. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya
digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari
pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan
karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang
terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa.
Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak
kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
4. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak
nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa
berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang
dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang
tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi
yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat,
kaprilat, dan kaprat.
5. Palm Kernel Oil (minyak inti
kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak
inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai
pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.
6. Palm Oil Stearine (minyak sawit
stearin). Minyak
sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari
minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar
dalam minyak ini adalah stearin.
7. Marine Oil. Marine oil berasal dari
mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak
jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu
sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari
biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.
9. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari
ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna
kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras
tapi lembut bagi kulit.
10. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun
umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda.
Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling
melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang
tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan
dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
Bahan Baku: Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses
saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH,
dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam
industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan
sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya
yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium
karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi
tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol.
Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun
yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu
menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak
kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum
digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah
tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun
dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.
Bahan Pendukung
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses
penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan
gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan
tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
1. NaCl. NaCl merupakan komponen kunci
dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil
karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras
struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau
padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin.
Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang
tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium,
dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
2. Bahan aditif. Bahan aditif merupakan
bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi
kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut
antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.
No.
|
Bahan tambahan
|
Fungsi
|
1
|
Sodium
tripolifosfat
|
Melembutkan
air dan meningkatkan sifat penghilang debu
|
2
|
Sodium perborat dan sodium meta silikat
|
Menurunkan ph air
|
3
|
Hidrogen
peroksida
|
Sebagai
bahan pemutih dan pengurai yang
Membebaskan
oksigen
|
4
|
Sodium hipoklorid
|
Sebagai bahan pemutih
|
5
|
Sodium piroborat
|
Sebagai
bahan pemutih dan melepaskan oksigen
Dari
bahan pemutih
|
6
|
Sodium sulfat
|
Meningkatkan
aktivitas permukaan
|
7
|
Sodium
karboksilmetil selulosa (cmc) dan Polypinyl
pyrolidine (pvp)
|
Mencegah dan menghentikan
redeposisi
Debu pada pakaian yang dicuci
|
8
|
Karbonat
|
Memberikan
alkalinitas yang tinggi dan
Melembutkan
air dengan endapan kalsium dan magnesium karbonat
|
9
|
Gula
|
Gula yang ditambahkan yaitu gula tebu.
Penambahan gula berfungsi sebagai
pembersih sabun (membuat sabun kelihatan lebih terang), sebagai antibakeria,
sebagai pelembut, dan memperbanyak busa
(improve lathering). Gula tidak akan
larut apabila larutan alkali dan lemak telah dicampurkan.
|
10
|
Gliserin
|
berfungsi
sebagai pelarut
|
11
|
Alkohol
|
Untuk menjernihkan, yang digunakan
biasanya adalah etanol
|
12
|
Borax
|
Untuk
netralisasi dan mempertebal (neutralizes and thickens), water softener
|
Jika anda kebingungan dalam membuat sabun batangan yang ideal, maka akan dikemukakan salah satu resep dan cara pembuatan sabun batangan yang dikutip dari http://ketrampilanhomeindustry.blogspot.com/2008/12/cara-membuat-sabun-mandi.html:
Resep
Sabun:
a. 235 g Minyak Zaitun
b. 150 g Minyak Kelapa
c. 100 g Minyak Sawit
d. 74 g NaOH – Natrium hidroksida + 210 g Air
e. 10 cc fragrance + pewarna
Cara
Pembuatan
a. (Proses Pada Suhu ruangan) Timbang
air dan NaOH/KOH, sesuai dengan Resep. Larutkan NaOH/KOH ke
dalam air sejuk / dingin (Jangan menggunakan wadah aluminium. Gunakan stainless
steel, gelas pyrex atau plastik-poliproplen). Jangan menuangkan air ke NaOH/KOH. Tuangkan NaOH/KOH ke dalam air sedikit demi sedikit. Aduk higga larut.
Pertama-tama larutan akan panas dan berwarna keputihan. Setelah larut semuanya,
simpan di tempat aman untuk didinginkan sampai suhu ruangan. Akan didapatkan
larutan yang jernih.
b. Timbang
minyak (Minyak Kelapa, Minyak Sawit, Minyak Zaitun, Minyak Jagung, Minyak
Kedelai...) sesuai dengan resep.
c. Tuangkan
minyak yang sudah ditimbang ke dalam blender.
d. Hati
hati tuangkan larutan NaOH/KOH ke dalam minyak.
e. Pasang
cover blender, taruh kain di atas cover tadi untuk menghindari cipratan dan
proses
pada putaran terendah. Hindari jangan sampai menciprat ke muka atau badan anda. Hentikan blender dan periksa sabun untuk melihat tahap “trace”. “Trace” adalah kondisi dimana sabun sudah terbentuk dan merupakan akhir dari proses pengadukan. Tandanya adalah ketika campuran sabun mulai mengental. Apabila disentuh dengan sendok, maka beberapa detik bekas sendok tadi masih membekas, itulah mengapa dinamakan “trace”.
pada putaran terendah. Hindari jangan sampai menciprat ke muka atau badan anda. Hentikan blender dan periksa sabun untuk melihat tahap “trace”. “Trace” adalah kondisi dimana sabun sudah terbentuk dan merupakan akhir dari proses pengadukan. Tandanya adalah ketika campuran sabun mulai mengental. Apabila disentuh dengan sendok, maka beberapa detik bekas sendok tadi masih membekas, itulah mengapa dinamakan “trace”.
f. Pada
saat “trace” tadi anda bisa menambahkan pengharum, pewarna atau aditif. Aduk
beberapa detik kemudian hentikan putaran blender.
g. Tuang
hasil sabun ini ke dalam cetakan. Tutup dengan kain untuk insulasi. Simpan
sabun dalam cetakan tadi selama satu hingga dua hari. Kemudian keluarkan dari
cetakan, potong sesuai selera. Simpan sekurang-kurangnya 3 minggu sebelum dipakai.
2.3 Mekanisme Kerja Sabun
Keajaiban dari
sabun tidak terlepas dari fungsi utama dari sabun
sebagai zat pencuci adalah sifat surfaktan yang terkandung di dalamnya. Surfaktan merupakan
molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri
dari minyak dan air.
DAFTAR
PUSTAKA
Adamsons, Arthur W. 1982. Physical Chemistry of
Surface.
A wiley-Interscience Publication, United State of America.
Anonim. 2000. Making Soap With James
Hershberger, A Chemical Engineer. [Online]. Tersedia:
http://waltonfeed.com/old/soaphome.html. [9 Maret 2007]
Anonim. 2006. Surfactant.
[Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Surfactant#column-one. [9
Maret 2007].
Anonim. 2006. Sabun, Deterjen, dan Kelembutan Busa. [Online]. Tersedia:
http://lita.inirumahku.com/health/lita/sabun-deterjen-dan-kelembutan-busa/.
Zuhrina,
Masyithah. Optimasi
Sintesis Surfaktan Alkanolamida Dari Asam Laurat Dengan Dietanolamina Dan
N-Metil Glukamina Secara Enzimatik
Keren infonya.... Sangat Bermanfaat
BalasHapusCara Mengatasi Jerawat Di Wajah
Obat Diabetes
Obat Batuk Kronis