Oleh: Rofa Yulia Azhar
Tanggal terbit: 21 Juni 2012 (tanggal terbit di blog ini)
Sumber: Dikutip dari berbagai sumber dengan sedikit perubahan
Catatan: Artikel ini dibuat dalam rangka studi islam intensif (SII) di MAN 2 Bandung tahun 2011
Menyontek atau
menjiplak atau ngepek menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S.
Purwadarminta adalah mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan, pekerjaan orang
lain sebagaimana aslinya. Dalam artikel yang ditulis oleh Alhadza (2004) kata
menyontek sama dengan cheating.
Beliau mengutip pendapat Bower (1964) yang mengatakan cheating adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah
untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau
menghindari kegagalan akademis.
Nababan (2006: 69)
melakukan penelitian terhadap 106 mahasiswa, dan hasilnya menunjukkan sebesar
62,26% termasuk pada kategori sering mennyontek, 35,84% jarang menyontek dan
1,88% tidak pernah menyontek. Jadi kalau disekolah anda hanya terdiri dari 1000
orang siswa/i, berarti hanya ada 19 orang yang tak pernah menyontek. Bahkan,
penelitian di salah satu lembaga anti korupsi Amerika dengan pasti menyatakan “100% orang yang
korupsi saat ini, dahulunya pernah menyontek”. Hal lucu lainnya juga
menyimpulkan jika “guru yang memberi kesempatan siswanya untuk menyontek, berarti guru
tersebut pasti pernah melakukan kegiatan menyontek di masa lalunya atau sampai
sekarang”.
Menyontek sendiri
bukanlah suatu kata sifat, tetapi merupakan kata kerja. Jadi secara genetik,
menyontek tidak dapat diturunkan secara hereditas. Meskipun ada kecendrungan
bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara berulang akan menciptakan suatu
kebiaasaan yang menjadi sifat.
Bagaimanakah hukum menyontek?
Menyontek jelas
sekali hukumnya haram. Karena telah menggunakan cara-cara dan melakukan
ritual-ritual yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Orang-orang yang menyontek
memanfaatkan berbagai cara agar tujuannya dapat tercapai. Bahkan dalam dunia
seni, menyontek atau plagiat divonis sebagai kegiatan terhina yang dilakukan
oleh seorang seniman. Lalu bagaimanakah di dunia pelajar?
Motivasi melakukan kegiatan menyontek (Nababan, 2006: 7):
1. Karena kesempatan yang diberikan sistem, misalnya guru yang mengawasi
membiarkan siswanya menyontek, kurang tegas dan tidak responsif (40%)
2. Tidak percaya diri (21,3%)
3. Tidak belajar (14%)
4. Tidak dapat menjawab soal (13,5%)
5. Terpaksa (11%)
Mungkin bisa saja anda berdalih jika menyontek itu bukanlah termasuk dosa
besar. Tetapi jika dilakukan secara terus menerus, bukan hal mustahil jika dosa karena menyontek akan terakumulasi
secara besar-besaran.
Bagaimana hukum memberi nyontek?
Orang yang
menyontek tak akan pernah ada di dunia ini tanpa adanya kesempatan. Kesempatan
dalam hal ini dapat berupa orang yang memberi nyontek, atau sistem yang
memungkinkan agar orang dapat menyontek. Orang yang memberi nyontek atau bahkan
guru yang membiarkan siswanya melakukan kegiatan menyontek dapat dipastikan lebih
berdosa dibandingkan dengan orang yang menyontek. Karena dengan adanya para
pemberi kesempatan untuk menyontek ini kegiatan menyontek tetap berlangsung di
muka bumi. Selain itu, para pemberi nyontek ini secara tidak sadar telah
membuat orang yang menyontek padanya mengalami ketergantungan, semakin malas
untuk belajar dan semakin nyaman untuk menyontek. Motivasi para pemberi
nyontek:
1. Tidak ingin dicemooh sebagai manusia super pelit. Padahal lebih pelit lagi
yang nyontek, tidak memberikan keuntungan yang baik bagi pemberi nyontek.
2. Kasihan melihat temannya kesulitan menjawab soal (Jadi apakah anda makhluk
lemah yang layak dikasihani? Padahal Allah telah memberikan kesempurnaan bagi
manusia)
3. Ingin dianggap hebat dan diakui kepintarannya
4. Demi materi (menjual jawaban)
Padahal banyak cara sah yang bisa dilakukan seseorang untuk membantu orang
lain yang kesulitan dalam pelajaran. Misalnya mengadakan kelompok belajar,
mengajarkan temannya sebelum ulangan/ujian atau memberi pengarahan. Kegiatan
ini lebih mulia, karena semakin ilmu dibagikan, bukanlah semakin berkurang,
tetapi semakin bertambahlah ilmunya.
Pola-Pola Menyontek
Dengan perkembangan IPTEK, pola-pola menyontek juga mengalami perkembangan
sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi. Menyontekpun bisa dilakukan secara
mandiri ataupun berjamaah, tetapi 70% dilakukan secara berjamaah. Dibawah ini
dijelaskan pola-pola menyontek yang populer:
1. Langsung bertanya kepada teman (berharap temannya akan blak-blakan) 40 %
2. Menggunakan kode dan bahasa isyarat yang sulit dipecahkan 10%
3. Melihat langsung ke sumber (buku, LKS, rangkuman, catatan kecil atau
tulisan yang sudah dipahat di bangku, keramik, dll) 15%
4. Menggunakan pengalih perhatian, misalnya bersin yang bervibrasi atau batuk
atau raungan (seperti kesurupan) agar menarik perhatian guru dan memberi
kesempatan siswa lain untuk menyontek 5%
5. Menggunakan teknologi, misalnya memfoto buku lewat HP dan melihatnya pas
ujian dengan alasan menggunakan HP untuk kalkulator (ini cara nyontek yang ter-up to date) atau sms-an 5%
6. Memainkan mata secara liar dan tak terkendali 25%
Bahaya Menyontek
Menyontek juga
secara utuh dapat dilahirkan dari pradigma diri yang melogiskan nilai sebagai
Tuhan baru dalam kasta tertinggi dunia pendidikan. Bahkan karena tingkat
kreatifitas manusia yang berbeda, tidak jarang yang menyontek memiliki nilai
yang lebih tinggi dari orang yang dinyonteknya. Hal tersebut terjadi karena
fokus penyontek lebih menyebar pada cara untuk mendapatkan nilai bagus, sedangkan
fokus pemberi nyontek hanya terpusat pada soal dan jawaban. Menurut buku
psikologi dan perkembangan logika, menyontek dapat menyebabkan hal-hal di bawah
ini:
1. Unconfident Syndrome. Syndom ini adalah penyakit awal
yang akan menyerang para penyontek. Menjangkit para penyontek pemula yang
mungkin saja nantinya akan menjadi penyontek profesional. Syndrom ini akan membuat si penderita merasa tidak percaya diri dan
menjadi ketergantungan terhadap orang lain. Mempengaruhi pola pikir agar selalu
merasa santai jika akan menghadapi tes/ujian, tak pernah mempersiapkan
segalanya dan berprinsip kumaha engke,
(bukankah seharusnya engke kumaha?)
2. STEV (Short Term Effect Virus). Virus ini akan membuat sang penderita hanya memikirkan jangka pendeknya
saja dalam melakukan sesuatu. Ibarat kata virus ini akan membuat penderita
seperti berada di surga dalam beberapa detik (misalnya pada saat berhasil dalam
menyontek dan mendapat nilai bagus), terus langsung jatuh ke neraka untuk
selamanya (bisa dalam arti sebenarnya ataupun bermakna menyesal karena tidak
memiliki pengetahuan apa-apa gara-gara sering menyontek). Virus ini sangat
berbahaya karena dia bisa melemahkan sistem imun otak dan hati kita.
3. DBM. Penyakit ini biasanya menyerang orang-orang yang sudah menderita STEV dan
merasa bisa mencapai tujuan mereka. Gejalanya adalah pola pikir yang suka
menyepelekan guru dalam kegiatan belajar mengajar, tidak memperhatikan, usil
dalam menjawab pertanyaan guru atau memberi pertanyaan kepada guru yang
bersifat nge-test. Para penderita DBM
akan berpikiran; yang terpenting nilai pada saat ujian harus memuaskan, tak
peduli bagaimanapun caranya.
Mungkin efek di atas hanyalah dampak ringan dari
menyontek. Tapi harus diingat juga jika kesuksesan seseorang 99% ditentukan
oleh kepribadiannya. Harus disadari jika kebiasaan menyontek merusak mental
kita sebagai pelajar. Kita tidak akan lagi punya jiwa kompetisi untuk bersaing
secara sehat. Bersaing di kelas saja tidak mampu, apalagi nanti di dunia kerja.
Selain itu kebiasaan menggunakan cara yang tidak halal untuk menggapai suatu
tujuan akan menjadikan kita manusia yang mempunyai etos kerja buruk.
Penelitian juag menyimpulkan (Mubarok,
2009:6) jika sanksi-sanksi yang diberikan guru untuk para
penyontek seperti pengurangan nilai, pengeluaran siswa yang menyontek atau
memarahi siswa yang menyontek telah gagal menurunkan angkatan penyontek di
Indonesia. Hal utama yang diperlukan dalam kasus menyontek adalah kesadaran
dari dalam diri siswa sendiri, suri tauladan dan juga sistem yang baik.
“Kesuksesan
itu tidak dilihat dari beberapa kali mereka mendapat kegagalan, tapi dilihat
dari berapa kali ia bangkit dari kegagalan” (Abu Bakar RA)
Bandung, 18 Agustus 2011
Ditulis Oleh: Rofa Yulia Azhar
Mahasiswa Pendidikan Kimia
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
0 komentar :
Posting Komentar
Ikutlah Berpartisipasi di www.RofaYuliaAzhar.com. Cukup dengan Memberikan Tanggapan atas Artikel Kami. Agar Kami dapat Meningkatkan Kualitas Artikel yang Kami Buat